Halaman

Bible Verse of the Day

Selasa, 13 September 2011

Yesus Benar-benar Manusia dan Anak Allah


YESUS BENAR-BENAR MANUSIA DAN ANAK ALLAH

Kerap kali setiap Paskah ditayangkan film garapan Mel Gibson: The Passion of Christ. Menurut saya film ini sangat mendekati kondisi sebenarnya sebab secara keilmuan saya mempelajari tentang luka, siksaan dan rasa sakit. Oleh karena itu saya tidak dapat membayangkan rasa sakit yang diderita Yesus. Tulisan ini tidak bertujuan membangkitkan emosi kita dalam menilai sengsara Yesus tetapi memberikan wawasan supaya kita makin menghayati penderitaan Yesus demi kita.

Doa Yesus di Getsemani sebelum ditangkap oleh imam-imam kepala dan tua-tua bangsa Yahudi menunjukkan begitu seriusnya sengsara yang akan dialami-Nya. Yesus begitu ketakutan, sedih dan gentar menghadapi sengsara ini hingga peluhnya seperti titik darah (Luk. 22:44). Kondisi ini disebut hematidrosis atau hemihidrosis – pembuluh darah kulit pecah karena tekanan emosi dan perasaan akan derita dan disalibkan, akibatnya keringat-Nya bercampur dengan darah. Ketakutan Yesus membuktikan Ia manusia biasa, manusia mana tidak gentar jika mengetahui bahwa dia akan mati dengan cara keji dan sangat menyakitkan. Sebagai manusia Yesus merasa tidak sanggup menanggung sengsara ini, itu sebabnya Dia memohon kepada Allah Bapa kalau boleh dijauhkan dari sengsara ini (Mat. 26:37-39, Mrk. 14:33-36, Luk. 22:41-44).

Awal sengsara Yesus dimulai di pagi hari sesudah malam sebelumnya Dia ditangkap di Taman Getsemani. Imam-imam kepala bersepakat membelenggu-Nya dan menyerahkan kepada Pilatus. Dalam proses itu Yesus tidak tidur dan tidak makan sehingga ketika harus berjalan menuju tempat Pilatus kondisi tubuhnya sudah melemah. 

Mulailah Yesus mengalami siksaan disesah, ditampar dan diolok-olok (Mat. 27:26-29, Mrk. 15: 15-17, Luk. 23:11, Yoh. 18:22; 19:1-3). Kata disesah berarti dipukul dengan sesuatu yang melenting. Dalam beberapa literatur disebutkan bahwa benda yang digunakan untuk menyesah Yesus adalah cambuk (flagellum).

Dalam tradisi Yahudi flagellum adalah cambuk dari kulit yang memiliki mata cambuk, ujungnya terurai dan masing-masing ujung diberi pemberat dan kaitan seperti logam, kaca atau tulang. Dengan cambuk seperti ini, cambukan pertama akan menimbulkan memar dan lebam pada kulit. Cambukan berikutnya akan melukai pembuluh darah kapiler di bawah kulit sehingga terjadi perdarahan. Cambukan-cambukan berikutnya dapat merobek, mencerabut kulit hingga mengoyak otot, menimbulkan luka luar biasa sakitnya dan akan banyak kehilangan darah. Disebutkan pula Yesus tak berbaju dan tangannya terikat ketika Ia dicambuk di bagian pundak, punggung hingga tungkai kaki. Setelah dicambuk, Dia kembali diberi pakaian dan banyaknya darah yang keluar dari bilur-bilur Yesus melekat serta mengering pada pakaian-Nya.

Yesus juga diolok, ditinju dan dipukul berkali-kali menggunakan buluh. Pukulan, tinju dan tamparan pada kepala-Nya membuat luka pada wajah dan kepala. Salah satu bentuk olok-olokan adalah dengan memberi ‘julukan’ kepada setiap penjahat (dalam hal ini Ia terhitung sebagai ‘penjahat’). Yesus dijuluki ‘raja orang Yahudi’. Kita tidak tahu berapa kali Dia dicambuk, ditinju dan ditampar dan tidak tahu luka apa saja yang terdapat di wajah-Nya akibat tinjuan dan pukulan serta tamparan tersebut. Namun kita dapat memperhitungkan betapa hebat rasa sakit yang ditimbulkan dari luka-luka ini.

Tak ketinggalan pula Yesus diberi mahkota duri yang dianyam dari semak Paliurus Spina – semak berduri panjang yang tumbuh di Israel. Mahkota duri ini ditancapkan ke kepala masuk kulit kepala yang banyak dialiri oleh pembuluh darah hingga mengeluarkan banyak darah. Ingat, Yesus memberikan kita banyak mahkota kebaikan kecuali mahkota duri. Hanya Dia sendiri yang menanggung derita akibat mahkota duri demi kita. Betapa sakitnya seluruh tubuh Yesus mulai kepala hingga kaki – bukti kasih-Nya yang tak terbatas. 

Akhirnya Yesus didakwa dan diputuskan mendapat hukuman mati dengan cara disalibkan dan Dia sendiri yang harus memikul salib menuju bukit Golgota. Tradisi bangsa Yahudi waktu itu ialah setiap terdakwa kriminal yang diputuskan untuk disalib harus membawa sendiri salibnya keluar tembok Yerusalem menuju tempat penyaliban. Selain itu bajunya akan dibuang undi; jadi, tanpa baju orang yang disalib akan menjadi kedinginan dan mati perlahan. Pada masa pemerintahan Romawi, tubuh mereka yang mati tersalib dibiarkan tergantung hingga menjadi makanan burung pemakan bangkai.

Ketika Yesus harus memikul sendiri salib-Nya, Dia sudah tidak sanggup lagi karena tubuh-Nya terlalu banyak kehilangan darah hingga kekuatan tubuh-Nya melemah sekalipun saat itu Dia baru berusia 33 tahun. Semuda-mudanya dan sekuat-kuatnya tubuh jika terlalu banyak kehilangan darah pasti akan melemah. Ini bukti bahwa Yesus benar-benar manusia yang dapat merasakan sakitnya luka-luka akibat siksaan dan juga sakitnya hati akibat diolok-olok dan diludahi. Dengan kata lain, Yesus dapat merasakan penderitaan kita juga.

Selama perjalanan menuju bukit Tengkorak, Yesus beberapa kali terjatuh karena tubuh-Nya sudah sangat lemah akibat kehilangan banyak darah. Selain itu tekanan kayu salib yang kasar mengorek dan menggesek-gesek luka yang sudah tertutup benang fibrinogen (mengering) berakibat menimbulkan luka lagi. Karena Dia tidak kuat lagi memanggul kayu salib, Simon dari Kirene dipaksa untuk memikul salib Yesus (Mat. 27:32, Mrk. 15:21, Luk. 23:26).

Penderitaan berlanjut pada proses penyaliban. Bangsa Yahudi mempunyai tradisi bahwa penyaliban dimaksudkan untuk menyiksa kriminal hingga ia mati secara perlahan – proses kematian yang sangat menyakitkan. Menurut literatur tangan Yesus dipaku di bagian per-gelangan supaya tangan tidak mudah terobek. Dipaku di pergelangan tangan menyebabkan rusaknya persarafan tangan hingga menimbulkan rasa sakit dan kram. Tangan-Nya yang terpaku direntangkan untuk menyangga tubuh bersama dengan kaki-Nya yang terpaku. Kaki Yesus dipaku saling menumpuk, tungkai menjadi agak condong ke depan (flexi) – posisi kaki tidak tegak lurus – sehingga makin menambah beban tubuh pada kaki. Juga posisi salib didirikan tegak lurus maka seluruh berat tubuh akan melorot dan tertahan pada kaki. Di sinilah penderitaan Yesus semakin hebat.

Beberapa saat setelah penyaliban, nyeri pada tangan akan semakin hebat dan menjalar hingga lengan. Demikian pula paku yang menembus kaki (metatarsal) menyerang saraf menimbulkan rasa sakit luar biasa. Rasa sakit ini menjalar menimbulkan kejang pada lengan  dan menyerang otot dada (m. pectoral dan m. intercostals) hingga udara hanya dapat dihirup tetapi tidak dapat diembuskan. Dalam kondisi seperti ini Yesus harus mengeluarkan tenaga ekstra untuk menarik tubuh-Nya agar dapat bernapas. Konsekuensinya, rasa sakit di kaki bertambah hebat karena terdorong ketika mengangkat tubuh ditambah dengan luka-luka di punggung kembali tergores oleh permukaan kayu salib yang kasar. 

Yesus memandang prajurit yang membuang undi atas jubah-Nya dan mendengar olok-olokan mereka yang berada di sekitar-Nya. Namun dengan kasih dan kekuatan luar biasa, di tengah rasa sakit yang sangat hebat, Yesus sempat mengucapkan tujuh kalimat selama enam jam masa penderitaan di kayu salib.

(1) "Ya Bapa, ampunilah mereka sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat." (Luk. 23:34; Yoh. 19:23-24) ketika melihat prajurit membuang undi untuk membagi pakaian-Nya;

(2) "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya hari ini juga engkau akan ada bersama-sama dengan Aku di dalam Firdaus." (Luk. 23:43) kepada salah satu penjahat yang menyesal dan bertobat;

(3) "Ibu, inilah, anakmu!" ketika Dia melihat ibu-Nya dan murid yang dikasihi-Nya di sampingnya dan "Inilah ibumu!" kata-Nya kepada murid-murid-Nya ((Yoh. 19:25-27);

(4) "Eli, Eli, lama sabakhtani?" artinya “Allah-Ku, Allah-Ku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?” (Mat. 27: 45-46; Mrk 15:33-34) seru-Nya kepada Bapa-Nya kira-kira pukul tiga;

(5) “Aku haus” (Yoh. 19:28) karena kehilangan banyak cairan tubuh yang membuat-Nya haus, jantung-Nya bekerja ekstra keras untuk dapat memenuhi kebutuhan ini. Para prajurit memberikan-Nya anggur asam. Dalam tradisi pembuatan anggur di Israel, anggur asam adalah anggur murah karena terbuat dari buah anggur yang belum masak, biasa dikonsumsi oleh orang-orang yang tidak mampu;

(6) "Sudah selesai." (Yoh. 19:30) karena Dia tahu bahwa waktunya sudah dekat. Tubuh-Nya sampai pada titik kritis ketika seluruh jaringan tubuh tidak lagi mampu menahan siksaan;

(7) “Ya Bapa, ke dalam tangan-Mu Kuserahkan nyawa-Ku.” (Luk. 23:46) sebagai kata-kata terakhir Yesus sambil mengambil napas melawan semua rasa sakit untuk dapat menyeru kepada Allah Bapa. Konsekuensinya, tubuh-Nya terangkat berarti sakit luar biasa di kaki dan tangan.

Secara logika, seharusnya seorang dengan penderitaan demikian hebat tidak mungkin mampu berseru dengan nyaring karena gagal napas akibat kejang di dada dan lengan atas. Sungguh tiada kasih yang setara dengan Dia!

Kematian Yesus diiringi gempa bumi luar biasa; hal ini membuat kepala prajurit mengaku bahwa Yesus adalah orang benar dan semua orang yang menonton di tempat penyaliban pulang sambil memukul-mukul dirinya. Kepala prajurit dan prajurit-prajurit mengaku bahwa Dia benar-benar Anak Allah.

Untuk memastikan kematian Yesus, prajurit menusuk lambung-Nya melalui rusuk 5-6 hingga menembus ruang toraks (pericardium) menusuk ke jantung maka keluarlah air dan darah. Beberapa literatur menyebutkan bahwa air dan darah yang memenuhi pericardium adalah konsekuensi dari tekanan rasa sakit hingga cairan ini menekan jantung berakibat pada gagal jantung. Menurut tradisi, untuk mempercepat kematian orang yang disalibkan, prajurit akan mematahkan kakinya sehingga tubuh merosot ke bawah; dengan demikian kejang otot lengan atas dan otot dada memperparah asfiksia (susah napas). Hal ini tidak dilakukan pada Yesus karena Yesus sudah mati maka genaplah nubuatan yang tertulis pada Injil Yohanes 19:36.

Dalam tradisi penguburan Yahudi, tidak boleh ada mayat yang tidak terkuburkan apalagi tergantung di salib karena mereka sangat menghargai orang mati. Hal ini dapat kita temui pada kisah Abraham dalam penguburan Sara (Kej. 23: 4-19); peristiwa kematian Yakub (Kej. 50: 4-14); kematian Yohanes Pembaptis (Mrk. 6:29); orang-orang jahat yang dihukum mati (Ul. 21:22-23); bahkan musuh yang kalah perang (Yeh. 39: 11-16). Hanya karena pemerintahan Romawi pada peristiwa penyaliban Yesus maka mayat boleh tergantung. Karena hari kematian Yesus menjelang persiapan hari Sabat, semua mayat seharusnya dikuburkan. Untuk itu Yusuf Arimatea dan Nikodemus meminta Pilatus untuk memberikan mayat Yesus supaya dapat dikafani dan dikuburkan (Mat. 27:57-59, Mrk. 15: 42-46, Luk. 23: 50-54; Yoh. 19: 38-42).

Secara manusia, dengan matinya Yesus selesailah penderitaan yang ditanggung-Nya tetapi makna kematian itu adalah keselamatan bagi kita. Sungguh Yesus sangat menderita bagi kita, bahkan Yesaya pun sudah menubuatkan hal itu dengan sangat jelas.

“…Sebagai taruk Ia tumbuh di hadapan TUHAN dan sebagai tunas dari tanah kering.

Ia tidak tampan dan semaraknya pun tidak ada sehingga kita memandang Dia, dan rupa pun tidak sehingga kita menginginkan-Nya.

Ia dihina dan dihindari orang, seorang yang penuh kesengsaraan dan yang biasa menderita kesakitan; Ia sangat dihina sehingga orang menutup mukanya terhadap Dia dan bagi kita pun Dia tidak masuk hitungan.

Tetapi sesungguhnya, penyakit kitalah yang ditanggung-Nya dan kesengsaraan kita yang dipikul-Nya padahal kita mengira DIa kena tulah, dipukul dan ditindas Allah.

Tetapi Dia tertikam oleh karena pemberontakan kita, Dia diremukkan oleh karena kejahatan kita; ganjaran yang mendatangkan keselamatan bagi kita ditimpakan kepada-Nya dan oleh bilur-bilur-Nya kita menjadi sembuh.

 …..Dia dianiaya tetapi membiarkan diri ditindas dan tidak membuka mulut-Nya seperti anak domba yang dibawa ke pembantaian; seperti induk domba yang kelu di depan orang-orang yang menggunting bulunya, Ia tidak membuka mulut-Nya.

 …Orang menempatkan kubur-Nya di antara orang-orang fasik dan dalam mati-Nya Ia ada di antara penjahat-penjahat sekalipun Ia tidak berbuat kekerasan dan tipu tidak ada dalam mulut-Nya. Tetapi TUHAN berkehendak meremukkan Dia dengan kesakitan…..”
(Yes. 53:1-12)

Terima kasih Tuhan Yesus untuk semua pengurbanan-Mu. (Dr. Toetik Koesbardiati)

Referensi:

- Craig A. Evans, t.t. Jewish Burial Tradition and Resurrection of Jesus
- Dr. Truman Davis, t.t. A Physician Testifies about Cruxificion
- Pdt. Paul Gunadi, t.t. Penderitaan Kristus di Kayu Salib

Naskah diambil dari Warta Mingguan GPT "Gereja Kristus Gembala-Ajaib", Jl. Johor 47 Surabaya, Edisi ke 314, 24 April 2011


Tidak ada komentar:

Posting Komentar